3 Peristiwa Bersejarah yang Menumpahkan Air Mata Soekarno

3 Peristiwa Bersejarah yang Menumpahkan Air Mata Soekarno
Sosok Soekarno yang kita kenal adalah pribadi yang tegas, keras dan sangat berwibawa. Namun di balik sosoknya yang seperti itu, Bapak Bangsa ini juga kerap menunjukkan sisi emosionalnya yang lain yakni menangis. Tercatat, Soekarno pernah menangis pada beberapa kesempatan.



Namun sebagai orang besar, Soekarno menangis bukan karena hal-hal sepele tapi karena kejadian yang benar-benar mengusik batinnya. Nah, kira-kira kejadian apa saja yang sampai bisa membuat sosok yang disegani Malaysia dan Amerika ini menangis? Berikut ulasannya.


1. Menangis Saat Membacakan Pancasila Untuk yang Pertama Kali

Kekalahan Jepang membuat rakyat gegap gempita termasuk Soekarno yang sudah menantikan kemerdekaan bangsa ini sejak lama. Akhirnya Jepang pun benar-benar memberikan kemerdekaan kepada Indonesia sebagai hadiah. Meskipun bahagia karena negara ini akan segera lahir, namun sejumlah problem sudah menanti di depan mata. Terutama tentang ideologi yang akan dianut negara baru ini nantinya.

Sehari sebelum sidang ini Soekarno menangis semalaman sambil meratap kepada Tuhan

Sehari sebelum sidang BPUPKI, Soekarno bingung tak karuan. Pasalnya, banyak kelompok-kelompok yang mendatanginya dan menyarankan bentuk-bentuk ideologi yang akan dipakainya. Ada yang ingin menjadikan Indonesia sebagai negara Islam, ada pula yang menginginkan negara ini jadi nasionalis hingga federal.
Penat dengan semua itu, akhirnya Soekarno pun pulang ke rumahnya yang ada di Flores. Di bawah pohon di depan rumahnya, Putra Sang Fajar pun kembali merenung tentang ideologi tersebut. Akhirnya tercetuslah Pancasila yang butir-butirnya mencakup semua kepentingan kelompok.

Mantap dengan Pancasila, Soekarno bergetar jelang sidang BPUPKI pada tanggal 1 Juni 1945. Semalaman ia tidak bisa tidur sambil terus menangis. Dalam ratapannya tersebut ia pun berdoa, “Aku menangis karena besok aku akan menghadapi saat bersejarah dalam Hidupku. Dan aku memerlukan bantuanMU.” Keesokan harinya pukul 9 pagi, sidang pun dibuka dan Soekarno menyampaikan butir-butir Pancasila yang akan jadi ideologi dasar negara ini.


2. Soekarno Berderai Air Mata Saat Akan Menghukum Mati Kartosuwiryo

Siapa pun yang berniat mengancam stabilitas negara dan melakukan pemberontakan, maka sudah seharusnya dihukum. Bahkan jika perlu dihukum mati. Begitulah yang dirasakan banyak orang kala itu ketika pemimpin DI/TII Kartosuwiryo ditangkap. Dan benar saja, tokoh satu ini benar-benar akan dihukum mati.


Prosesi kematian sang sahabat baik, Kartosuwiryo

Tidak ada yang begitu aneh di sini, namun ketika tahu jika Soekarno yang jadi jalan bagi Kartosuwiryo untuk dihukum hal tersebut cukup mengusik. Bagaimana tidak Kartosuwiryo dan Soekarno sudah ibarat saudara. Keduanya sangat dekat ketika masih belajar bersama di rumah Tjokroaminoto. Di kediaman tokoh nasional tersebut, keduanya sering sekali bertukar pikiran dalam hal apa pun, termasuk berbagi suka dan duka.

Pengkhianat Kartosuwiryo yang mendirikan DI/TII, membuat Soekarno kecewa. Bahkan ketika ditangkap dan hendak dihukum mati, sang Proklamator itu bingung luar biasa. Masalahnya, ketika itu ia disodori sebuah surat yang isinya adalah menyetujui hukuman mati untuk sang sahabat karib. Berbulan-bulan Soekarno disuguhi kertas tersebut di meja kerjanya. Namun ia selalu menyingkirkannya cepat-cepat. Bahkan pernah suatu saat Soekarno melempar kertas tersebut sehingga berserakan di lantai.

Bimbang dengan situasi yang dihadapinya, kemudian Megawati membujuk sang ayah agar bisa membedakan urusan hati dan hal-hal kenegaraan. Kartosuwiryo memang sahabat baik, namun eksistensinya membahayakan negara. Setelah itu Soekarno kembali merenung dan akhirnya mantap untuk menandatanganinya.

Sambil berlinang air mata, Sang Putra Fajar berkata “Sorot matanya masih tetap. Sorot matanya masih sama. Sorot matanya masih menyinarkan sorot mata seorang pejuang.” Surat tersebut pun diberikannya kepada Mayjen S Parman sambil terisak dan jadi surat pertama dan terakhir eksekusi mati yang pernah dibuatnya. Kartosuwiryo pun akhirnya benar-benar dihukum mati dengan cara di tembak pada tanggal 5 September 1962.

3. Soekarno Menangis di Pusara Jenderal A. Yani

30 September baru saja lewat, namun kejadian paling kelam dalam sejarah bangsa ini masih terus diingat sepanjang masa. Berkaitan dengan hal tersebut, ada nama Jenderal A. Yani sebagai korban pembunuhan biadab tersebut. Soekarno sendiri seperti dipukul dengan telak saat mengetahui kejadian nahas tersebut. Ia pun menangis sejadi-jadinya ketika berada di kubur sang Jenderal ketika tak lama dimakamkan.


Sebenarnya ada hal perlu diketahui dari hubungan Soekarno dan A. Yani, sehingga kita bisa mengerti kenapa sang presiden begitu kehilangan sejak kematian sang Jendral. Percaya atau tidak, A. Yani sedianya akan jadi presiden kedua kita. Secara tersirat Bung Karno menegaskan hal tersebut dalam sebuah pernyataan. “Yani, kalau kesehatan saya belum membaik kamu yang jadi presiden.”
Ketika mengatakan hal tersebut, ada banyak orang yang mengetahuinya. Mulai Sharwo Edhie, AH Nasution, Soebandrio dan Chaerul Saleh. Pernyataan tentang rencana pengangkatan A.Yani sebagai presiden juga turut diketahui oleh istri serta anak-anak sang Jenderal.

Sayangnya, cita-cita mulia sang jendral tak pernah kesampaian ketika ia nyatanya malah dibunuh dengan keji pada peristiwa G30S. Ada yang mencurigai jika hal ini disengaja karena A. Yani terkenal sama vokalnya seperti Soekarno. Akhirnya untuk kepentingan segelintir orang dan juga katanya ada intervensi asing, hal tersebut pun dilakukan.

Kehilangan pengganti terbaiknya tak pelak membuat Soekarno sangat kecewa. Ia tahu jika belum ada pengganti yang bisa meneruskan amanahnya menjaga bangsa ini. Sedangkan dirinya sudah mulai sakit-sakitan. Jika saja A. Yani benar-benar naik, mungkin saja era keemasan Indonesia seperti zaman Bung Karno akan bisa diperpanjang lagi. Kalau seperti ini, bukan hanya beliau saja yang harusnya menangis, kita sebagai rakyat juga miris melihat kenyataan seperti ini.

Sebagai orang paling berpengaruh untuk Indonesia, menunjukkan tangis akan sangat menurunkan wibawanya. Namun sejatinya Soekarno tetaplah seorang manusia biasa. Dihadapkan dengan berbagai konflik batin yang pahit seperti itu, ia pun menangis sejadi-jadinya.

Jangankan Soekarno, kita yang membacanya sendiri mungkin sangat terenyuh melihat fakta pergolakan batin sang Bapak Bangsa. Seperti kata ungkapan populer, selalu ada sebab kenapa seorang pria menangis. Namun yang pasti itu adalah karena hal-hal yang sangat berat.




Previous
Next Post »